Rangkuman Profesi Pendidikan
BAB 1
KONSEP PROFESI KEGURUAN
Dalam percakapan
sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau propesional. Seseorang
mengatakan bahwa profesinya seorang dokter yang lain mengatakan profesinya
sebagai arsitek, atau ada pula sebagai seorang pengacara, guru, malah ada juga
mengatakan pedagang, panyanyi, petinju, penari, tukang korban, dan sebagainya.
Ini berate bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.
A. Pengertian dan Syarat-syarat Profesi
Apakah mengajar adalah
suatu profesi? Apakah yang dimaksud dengan profesi, dan syarat-syarat serta
kriteria suatu jabatan dapat disebut suatu profesi? Ornstein dan Levine (1984),
menyatakan bahwa profesi itu sebagai berikut:
1.
Pengertian Profesi
a)
Melayani
masyarakat, suatu karir yang akan dilakukan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan).
b)
Memiliki
bidang ilmu dan keterampilan khusus yang tidak semua orang dapat
melakukakannya.
c)
Menggunakan
hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru, dikembangkan
dari penelitian).
d)
Memerlukan
pelatihan dengan waktu yang panjang.
e)
Terkendali
berdasarkan lisensi baku atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki
jabatan memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan ditentukan untuk
mendudukinya).
f)
Tidak
diatur orang luar dalam membuat keputusan ruang lingkup kerja (otonomi)
g)
Bertanggung
jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau
instansi yang lebih tinggi.
h)
Mempunyai
komitmen terhadap jabatan dan kilen.
i)
Mengunakan
administrator (tenaga adminisrasi).
j)
Mempunyai
organisasiyang diatur anggota profesi sendiri.
k)
Mempunyai
asosiasi profesi atau kelompok “elit” untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya.
l)
Mempunyai
kode etik.
m)
Mempunyai
kadar kepercayaan yang tinggi dari publik (masyarakat selalu meyakini dokter
lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n)
Mempunyai
status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Sanusi et al. (1991),
menyatakan pengertian suatu profesi sebagai berikut:
a)
Suatu
jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menetuakn (crucial).
b)
Jabatan
yang menuntut keahlian tertentu.
c) Keterampilan/keahlian
menggunakan teori dan metode ilmiah.
d)
Jabatan
itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik,
eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat kahlayak umum.
e)
Jabatan
itu memerlukan pendidikan tingkat tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f)
Proses
pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi
nilai-nilai professional itu sendiri.
g) Anggota profesi
berpegang teguh pada kode itu.
h) Tiap anggota profesi
mempunyai kebebesan dalam memberikan judgment terhadap permasalahan
profesi yang dihadapinya.
i)
Dalam
prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom bebas dari campur tangan
orang luar.
j)
Jabatan
ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, karena itu memperoleh
imbalan yang tinggi juga.
2.
Pengertian dan
Syarat-syarat Profesi Keguruan
National Education Association
(NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
a) Jabatan yang
melibatkan kegiatan intelektual.
b) Jabatan yang
menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c) Jabatan yang
memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang
memerlukan latihan umum belaka).
d) Jabatan yang
memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan.
e) Jabatan yang yang
menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
f)
Jabatan
yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g) Jabatan yang lebih
mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
h) Jabatan yang mempunyai
organisasi yang kuat dan terjalin erat.
BAB 2
KODE ETIK KEGURUAN
1. Pengertian Kode Etik
a) Menurut UU Nomor 8
Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Pasal 28 menyatakan bahwa “PNS
mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
dan di luar kedinasan. Dengan adanya Kode Etik ini, PNS sebagai aparatur
Negara, Abdi Negera, dan Abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup
sehari-hari.
Dalam Kode Etik PNS itu
digariskan pula prinsif-prinsif pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab pegawai negeri.
b) Dalam pidato pembukaan
Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik
guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengbdiannya bekerja sebagai guru (PGRI,
1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI menyimpulkan bahwa dalam Kode Etik Guru
Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: 1) sebagai landasan moral, dan 2)
sebagai pedoman tingkah laku.
Dari kesimpulan di atas terlihat,
bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh
setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya id masyarakat.
2. Tujuan Kode Etik
Secara umum tujuan mengadakan Kode Etik adalah sebagai berikut
(R. Hermawan S, 1979):
a) Untuk menjunjung
tinggi martabat profesi. Dalam hal ini Kode Etik dapat menjaga pandangan dan
kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang
rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Dari segi ini Kode Etik
juga seringkali di sebut kode kehormatan.
b) Untuk menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggotanya. Yang dimaksud kesejahteraan di sini
meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin
(spiritual/agama atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota
profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada anggotanya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya.
c) Untuk meningkatkan
pengabdian dan ketulusan para anggota profesi. Tujuan lain kode etik juga
berkaitan dengan peningkatan kegiatan profesi. Oleh karena itu kode etik
merumuskan kententuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
d) Untuk meningkatkan
mutu profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi, kode etik juga memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu ppengabdian para anggotanya.
e) Untuk meningkatkan
mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisai profesi, maka
diwajibkan kepada setiap anggota untuk untuk secara aktif berpartisipasi dalam
membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Tujuan suatu profesi menyusun
kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi,
dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
3. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat
ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para
anggotanya. Dengan demikian penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh
orang secara perorangan, melainkan harus harus dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama
anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut.
4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Pada umumnya karena
kode etik adalah landasan moral, dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan, maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral
barang siapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari teman-temannya dan
sanksi yang terberat adalah dikeluarkan dari organisasi.
5. Kode Etik Guru Indonesia
Fungsi kode etik guru
Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru
warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru baik di dalam
maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari.
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya guru Indonesia yang
berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekan Republik Indonesia 17 Agustus 1945
oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
memedomani dasar-dasar sbb:
1. Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila.
2. Guru memiliki dan
melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha
memperoleh informasi tentang peserta didik.
4. Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang proses pembelajaran atau kondusif
(menyenangkan).
5. Guru memelihara
hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi
dan bersama-sama meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara
hubungan seprofesi, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI.
9. Guru melaksanaan
segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
BAB III
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
A. Pengertian
Guru sebagai pendidik
profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan
kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan masyarakat sekelilingnya.
Walaupun segala perilaku
guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian
ini adalah khusus prilaku guru yang berhubungan profesinya. Hal ini berhubungan
dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati serta
mengamalkan, sikap kemampuan dan profesionalnya. Pola tingkah laku guru dan
sasaran sikap profesional keguruan terhadap: (1) Peraturan perundang-undangan,
(2) Organisasi Profesi, (3) Teman Sejawat, (4) Anak Didik, (5) Tempat kerja,
(6) Pimpinan, dan (7) Pekerjaan.
B. Sasaran Sikap Profesional
1.
Sikap Terhadap
Peraturan Perundang-undangan
Pada butir sembilan
Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa guru melaksanakan segala
kebijaksanaan dalam bidang pendidikan.
Guru merupakan unsur
aparatur Negara dan abdi Negara. Karena guru itu mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan. Sebagai contoh,
Peraturan tentang (berlakunya) Kurikulum Sekolah tertentu, Pembebasan Uang
Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP), Ketentuan Tentang Penerimaan Murid Baru,
Penyelenggarakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), DLL.
Dasar ini juga
menunjukkan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan taat pada Pemerintah
Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak
mendapat pengaruh yang negatif dari pihak luar, yang ingin melaksanakan idenya
melalui dunia pendidikan.
2.
Sikap Terhadap
Organisasi Profesi
Guru bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan
organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdiannya.
PGRI sebagai
organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil
guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru.
Keberhasilan usaha tersebut akan sangat bergantung pada kesadaran para
anggotanya.
Setiap anggota harus
memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua
waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikordinasikan oleh para
penjabat organisasi tersebut, sehingga manfaatnya menjadi lebih efektif. Jadi
kegiatan pembinaan profesi tidak hanya sebatas pada pendidikan pra jabatan atau
pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan
dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan,
ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Di samping itu guru
dapat meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media
(surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain) atau buku-buku yang
sesuai dengan bidang profesinya.
Peningkatkan mutu
profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilakukan secara bersama-sama atau
berkelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat dilakukan dengan cara penataran,
lokakarya, seminar, symposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan
yang diatur secara tersendiri.
3.
Sikap Terhadap Teman
Sejawat
Dalam ayat 7 kode etik
guru disebutkan bahwa “ Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:
1)
Guru
hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan dengan sesama guru dalam
lingkungan kerjanya.
2)
Guru
hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode
Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang
harmonis dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi,
yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah
hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas, kedinasan.
Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu
dilakukan baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam
rangka tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misinya
sebagai pendidik bangsa.
a.
Hubungan Guru
berdasarkan Lingkungan Kerja
Sikap profesional yang
perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerjasama, saling menghargai,
saling pengertian, dan bertanggung jawab. Jika ini sudah berkembang akan tumbuh
rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang
lain. Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan
terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain
sebagainya. Walaupun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancer, tentram,
dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang
rasa antara satu dengan yang lainnya.
b.
Hubungan Guru
bedasarkan Lingkungan Keseluruhan
Dalam hal ini kita
harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan
pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti rasa kekeluargaan
masih perlu ditumbuhkan, sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan
guru dengan teman sejawatnya berlangsung dengan sepertinya dengan profesi
kedokteran.
Contoh profesi
kedokteran, dalam sumpah dokter diucapkan pada upacara pelantikkan dokter baru,
antara lain terdapat kalimat yng menyatakan bahwa setiap dokter akan
memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudar kandung. Dengan kalimat ucapan
seperti ini para dokter menganggap profesi mereka sebagai suatu keluarga yang
menjunjung tinggi dan memuliakan.
Sebagai saudara mereka
mewajibkan membantu dalam kesukaran, saling menolong, mendorong kemajuan dalam
bidang profesinya dan saling menghormati hasil-hasil karyanya. Mereka saling
memeberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profesi mereka.
4.
Sikap Terhadap Anak
Didik
Dalam Kode Etik Guru
Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Tiga kalimat padat
yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tutwuri handayani. Dalam tutwuri terkandung maksud
membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru
memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik,
dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung
arti bersikap menentukan ke arah pembentukkan manusia Indonesia seutuhnya
berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik apalagi memaksakannya
menurut kehendak sang pendidik. Motto tutwuri handayani sekarang telah menjadi
motto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Prinsip manusia
seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat,
utuh baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga
bermoral tinggi pula.
5.
Sikap Terhadap Tempat
Kerja
Suasana yang baik di
tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Untuk menciptakan suasana kerja
yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu (a) guru sendiri dan
(b) hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri
dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu ssatu butir kode etik yang
berbunyi: “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar”.
Suasana yang harmonis
di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlihat di dalamnya, yakni
kepala sekolah, guru; staf administrasi dan siswa tidak menjalani hubungan yang
baik antara sesamanya.
Dalam menjalin kerja
sama di mana orang tua dan masyarakat sekolah dapat mengambil Prakarsa,
misalnya dengan cara mengundang orang tua saat pengambilan raport mengadakan
kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan
persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan permasalahan
sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang
kegiatan sekolah.
6.
Sikap Terhadap Pimpinan
Dari organisasi guru
ada strata kepimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat.
Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Dipdikbud ada pembagian pengawasan
mulai dari kepala sekolah, Kakandep, dan seterusnya sampai ke Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
Pimpinan suatu unit
atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasinya, di mana tiap anggota organisasi dituntut berusaha untuk
bekerjasama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Serta dituntut
kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan pimpinan.
Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bajwa sikap guru terhadap pimpinan harus positif, dalam pengertian
harus bekerjasama dalam mensukseskan program yang sudah disepakati, baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
Komentar
Posting Komentar